Minggu, 10 April 2011

Charity for Japan dari HIMAJE

Josephine Dwi Wulandhari – TERAS Pers

YOGYAKARTA (10/04/2011) – Untuk menggalang donasi bagi korban gempa dan tsunami di Jepang, Himpunan Mahasiswa Jepang (HIMAJE) bekerja sama dengan mahasiswa Fakultas Ilmu Bahasa Universitas Gajah Mada menyelenggarakan acara Charity For Japan. Acara ini diselenggarakan pada tanggal 9 - 10 April 2011 di lantai dua Mall Plaza Ambarukmo.
Program penggalangan donasi ini diisi dengan beberapa stand, antara lain stand kaligrafi Jepang, Tanabata, foto tsunami, permainan tradisional, Yukata, foto memakai kimono, dan Belajar Bahasa Jepang. Ada kotak-kotak donasi yang dipasang di setiap stand. Acara charity ini juga dimeriahkan dengan penampilan dari D’joh (tarian Jepang), Tepatepe (band akustik), dan Iaijutsu, Aikido, Karate, Kenjutsu, serta Kendo yang merupakan beladiri asli Jepang. (wul/wir)
(selengkapnya...»)

Senin, 04 April 2011

Diskusi Fashioned Ideology

Maria Lidwina Yanita Petriella – TERAS Pers

YOGYAKARTA (04/03/2011) – Merayakan ulang tahunnya yang keempat, Institute for Multiculturalism and Pluralism Studies (IMPULSE), bekerjasama dengan Seephylliz dan Atsuki Community, mengadakan diskusi tentang fashioned ideology. Fashioned ideology adalah suatu ideologi yang terdapat di dalam sebuah mode. Hadir sebagai pembicara, Ninik Darmawan, Ketua Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Yogyakarta dan Antariksa dari Kunci Cultral Studies Centre. Diskusi berlangsung di halaman kantor IMPULSE, Kamis minggu lalu (24/03) pada pukul 15.30 - 18.00 WIB, dihadiri mahasiswa, aktivis LSM, dan para perancang mode.
Antariksa mengungkapkan, fashion merupakan salah satu alat perlawanan pada zaman dahulu. Contohnya, pada masa pemerintahan Soekarno, anak muda yang menggunakan kaos oblong, celana cutbray, dan berambut gondrong dianggap melawan pemerintah karena dianggap memberontak. Selain itu, fashion juga menjadi identitas diri. Misalnya, penggunaan jilbab oleh perempuan tahun 1980-an adalah sebagai identitas diri penganut agama muslim.
 
Kini, fashion dijadikan komoditas industri. Hal ini diungkapkan oleh Ninik Darmawan. Menurutnya, gejala tersebut dapat dilihat dari berkembangnya industri distro (distribution outlet) dan banyaknya anak muda yang menggunakan pakaian berlabel distro. Selain sebagai komoditas industri, fashion merupakan simbol penghargaan terhadap orang lain, dengan berpakaian rapi sesuai tempat dan kondisi. Contohnya, sekarang banyak institusi pendidikan dan perusahaan yang mengharuskan orang-orang di dalamnya mengenakan pakaian rapi, bukan kaos oblong, dan bukan sandal jepit. Fashion merupakan cermin diri, atau ciri khas setiap pribadi dengan selera mereka yang berbeda-beda. 
 
Antariksa berharap diskusi ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada peserta tentang sejarah dan perkembangan fashion Indonesia karena fashion merupakan salah satu produk budaya pop. Acara ini juga dimeriahkan mini fashion show di tengah diskusi, yang menampilkan busana-busana rancangan Goet Poespo. (tin/wir)

(selengkapnya...»)

Selasa, 29 Maret 2011

STIEHUNT Gelar Pameran Fotografi Angkatan XIV


LEMPONGSARI (29/03/2011) – STIEHUNT (komunitas fotografi STIE YKPN) menyelenggarakan pameran fotografi bertema “CIRCLE”. Pameran yang diadakan di Kaliurang Milk (Kalimilk), Sleman, ini merupakan tugas akhir dari calon anggota STIEHUNT angkatan XIV sebelum diangkat menjadi anggota resmi. Rencananya pameran akan berlangsung selama tiga hari, mulai hari Sabtu, 27 Maret hingga Senin, 29 Maret 2011. 

Karya yang ditampilkan dalam pameran tersebut berjumlah 30 buah dan dipasang di sekeliling meja-meja dan menghiasi dinding Kaliurang Milk. Beberapa komunitas fotografi Yogyakarta pun tampak hadir dalam pembukaan pameran fotografi ini, seperti FJK, APC, LENSA, dan lain sebagainya. Selain menikmati karya foto yang dipamerkan, para pengunjung dapat menikmati makanan kecil yang disediakan oleh panitia. Band pengisi dari Kalimilk juga ikut bermain musik, mengiringi acara pameran. (tah/wir)

(selengkapnya...»)

Senin, 28 Maret 2011

ABN Rayakan "Celebreight"

Lusia Sri Retno Pamungkas – TERAS Pers



BABARSARI (28/03/2011) – Meski sudah lewat sekitar satu bulan dari tanggal lahirnya, Atmajaya Broadcasting Network (ABN) tetap mengadakan perayaan acara ulang tahun yang kedelapan, Sabtu (26/03) malam kemarin. ABN sendiri lahir pada tanggal 20 Februari 2003. Perayaan yang dikemas dengan nama “Celebreight” ini digelar di lobby perpustakaan Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Selain diikuti oleh anggota ABN, acara juga diramaikan tamu undangan dari Kelompok Profesi dan Kelompok Studi (KP/KS) serta Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) lain di FISIP UAJY.

Sidhi Vhisatya, ketua ABN, menuturkan tanggal 26 dipilih bukan tanpa alasan. Angka 2 ditambah 6 akan menghasilkan angka 8, sesuai dengan usia ABN. Semula, perayaan akan digelar pada akhir Februari. Namun karena beberapa kendala dan proses liputan yang belum selesai, persiapan baru dapat dimulai awal Maret.

Perayaan diisi dengan pemutaran karya feature ABN, beberapa acara hiburan tari dan musik, serta pemutaran video yang dibuat khusus untuk mengenang almarhum Abdiel, anggota ABN yang telah meninggal. Selain itu, ada juga penghargaan bagi anggota paling eksis, paling produktif, best couple, dan best screening. Semuanya untuk memberikan semangat anggota ABN untuk tidak berhenti dalam berkarya dan menunjukkan solidaritas antar anggota. (lus/wir)
(selengkapnya...»)

Minggu, 27 Maret 2011

Pameran Seni Potret Jugun Ianfu

Denita Matondang – TERAS Pers


YOGYAKARTA (27/03/2011) - Jurnalis Hilde Janssen dan fotografer Jan Banning mengadakan pameran seni potret bertajuk 'Comfort Women' atau 'jugun ianfu', sebutan untuk perempuan yang dipaksa menjadi pekerja seks pada jaman penjajahan Jepang. Pameran yang diadakan di Langgeng Art Foundation, Jl. Suryodinigratan 37, Yogyakarta, ini dibuka hari Sabtu lalu (26/03) dari jam 19.30 sampai 21.30 WIB yang dihadiri sekitar 60 orang.

Karya yang dipamerkan berjumlah 18 foto dengan berbagai ekspresi dari perempuan Indonesia yang merasakan kejamnya penjajahan Jepang di masa muda mereka. “Sebenarnya ada 50 orang yang saya teliti dan difoto oleh Mr. Banning, namun yang dipampang hanya 18 buah foto. Mereka (18 foto – red) cukup mewakili perasaan dan ekspresi perempuan lain yang merasakan hal yang sama dengan mereka,” ujar Hilde. Foto pameran didominasi oleh perempuan yang berasal dari Jawa. Selain karena hasil seleksi Banning sendiri, mereka sulit menemukan perempuan-perempuan jugun ianfu yang ada di seluruh Indonesia.

Dalam sambutannya, Hilde berkata bahwa pameran ini bertujuan menghormati perempuan-perempuan Indonesia yang menjadi korban kekerasan seksual pada masa penjajahan Jepang. Masyarakat sepatutnya tahu dan tidak membiarkan kisah mereka terkubur begitu saja. 

“Kami akan berbagi pengalaman kepada masyarakat mengenai penelitian dan pameran foto ini. Bagaimana kami bisa menemukan mereka, melakukan pendekatan dengan mereka atau dengan lingkungan sosial mereka, dan masih banyak lagi yang harus masyarakat tahu,” ungkap Hilde. Untuk itu, mereka akan mengadakan presentasi “Working With Long Term Project” yang akan diselenggarakan pada Senin, 28 Maret 2011 di Langgeng Art Foundation. (atn/wir)
(selengkapnya...»)