Selasa, 28 Oktober 2008

Sultan HB X Siap Menuju RI-1

Andri Wicaksono, Yohanes Januadi - Teras Online
Foto oleh Hendy Adhitya


Alun-alun Utara Yogyakarta (28/10/08) -- Setelah sekian lama, sejak 7 April 2008, di mana Sultan HB X menyatakan tidak bersedia lagi menjadi Gubernur DIY, akhirnya jawaban tegas terlontar pada sore hari tadi, 28 Oktober 2008. Acara Pisowanan Agung dengan tajuk “Dari Jogja Untuk Indonesia”, tampak riuh dengan panggung hiburan yang diisi oleh: Katon Bagaskara, Trie Utami, Franky Sahilatua, dan Kyai Kanjeng. Sajian hiburan pun tak lepas dari suasana politis, menatap hal ini jelas bahwa isu pluralisme menjadi semangat Sultan.

Di tengah cuaca yang mendung, ribuan masyarakat Yogyakarta maupun masyarakat perwakilan dari seantero Indonesia tampak antusias menantikan Sultan untuk menyampaikan jawabannya. Pada pukul 15:30 WIB, Sultan akhirnya memproklamirkan dirinya ke publik, bahwa beliau siap maju menjadi Presiden 2009. Kalah dan menang bukan masalah, sebagai bagian dari demokrasi Indonesia, inilah yang menjadi semangat perubahan yang ingin dibawa oleh Sultan. Predikatnya sebagai Raja, tidak ada kaitan dengan pencalonannya. “Yogyakarta sudah menjadi bagian dari Republik Indonesia, saya bukanlah raja seperti seratus tahun yang lalu, kini sudah bagian negeri ini,” kata Sultan.

Pisowanan Agung yang dibalut dengan konsep budaya, amat kental terasa suasana politisnya. Massa partai Republika Nusantara yang sepertinya sudah mendeklarasikan Sultan sebagai capres, turut pula membanjiri Alun-alun Utara Yogyakarta dengan atributnya. Acara pun berlangsung kondusif. Animo masyarakat Yogyakarta sendiri tidak begitu terasa dalam Pisowanan Agung kali ini. Hal ini merupakan salah satu indikasi dari terpecahnya dua kubu, Pro Penetapan dan Pro Pencalonan. Meski visi masyarakat Yogyakarta terbagi, namun suasana tepo sliro tetap terasa. Inilah Yogyakarta dengan babak baru yang digoreskan oleh Sultan HB X di Bumi Mataram untuk Indonesia.

Dalam acara Pisowanan Agung ini, sebetulnya ada sesuatu yang ingin diangkat oleh Sultan HB X yaitu sebuah konsep budaya yang amat pluralis, yaitu dengan mengundang berbagai wujud kesenian yang ada di Indonesia, seperti kesenian Jathilan, kesenian dari Sulawesi Utara, pengarakan bendera merah putih dan berbagai tarian maupun jenis kesenian yang lainnya. Tetapi tema yang ingin disampaikan cenderung terkesan sulit untuk ditangkap oleh sebagian besar masyarakat yang datang, pasalnya keseluruhan kesenian itu hanya dikirab menghadap panggung tamu undangan saja dan tidak melakukan atraksi apapun, padahal sebagian besar orang yang datang dalam acara ini menginginkan sesuatu hiburan kesenian yang mereka tahu sebagai sebuah gelaran budaya.

Nampaknya gelaran budaya yang disajikan hanya terlihat sebagai ”alat” penarik animo masyarakat untuk menghadiri acara ini, walaupun pada kenyataannya animo masyarakat Yogyakarta belum terasa. Secara keseluruhan acara ini berhasil mencapai tema besar yang diangkatnya yaitu ”Dari Yogyakarta Untuk Indonesia”. Melalui acara ini juga sebuah praktek demokrasi telah dilaksanakan yaitu tempat di mana rakyat dan pemimpinnya dapat berkomunikasi, baik melalui acara besar Pisowanan Agung maupun sub-acaranya yaitu konferensi pers.(ndr/jan)
(selengkapnya...»)