Sabtu, 20 September 2008

Ketoprak Mahasiswa "Jambul Kromoyudho"

Dany Ismanu - Teras Online

Babarsari (20/09/08) -- Bunyi bambu menggema di lobi kampus 2 Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Para pemeran pasukan sedang berlatih sesaat sebelum naik pentas. Ketoprak mahasiswa bertajuk "Jambul Kromoyudho" dipersembahkan sebagai rangkaian acara Dies Natalis Universitas yang ke 43. Pagelaran itu berlangsung di halaman parkir gedung kampus 2 UAJY, malam ini tepat pukul 21.00.

"Jambul Kromoyudho merupakan cerita rakyat dari Jawa Timur yang memiliki banyak makna tentang pendidikan bermasyarakat," jelas Sukisno, pelatih UKM Teater Lilin UAJY sekaligus sutradara dalam lakon kali ini. Ketoprak ini juga dimeriahkan oleh 4 seniman lawak khas Yogyakarta yaitu Marwoto Klewer, Bambang Rabies, Yu Beruk, dan tidak ketinggalan Didik Nini Towok yang akan mempersembahkan sebuah tarian.

Episode yang diambil adalah 'milik nggendong lali'. Sebuah ungkapan jawa yang memiliki filosofi bahwa ketika manusia sudah berhasil mendapatkan atau terkabul keinginannya, hendaknya tidak lupa terhadap apa yang telah dan ada di belakangnya dahulu. Bahwa manusia tidak berkembang sendiri dan sedikit banyak mendapat pengaruh dari pengalaman itu sendiri. "Ketika mendapat kuasa, jangan bermain kuasa, ketika mendapat wewenang, jangan sewenang-wenang," ungkap Sukisno ketika diwawancarai Teras sesaat sebelum pementasan.

Alkisah ada seorang lelaki, tinggal di desa, miskin dan memiliki istri serta anak, juga tinggal dengan paman dan ayahnya sendiri. Lelaki ini bernama Kromo. Kemelaratan yang diderita keluarga ini memaksa Kromo memutar otak. Lalu tibalah saat yang ditunggu. Beberapa pasukan yang diutus oleh Adipati Cokrobaskoro membawa sayembara ke semua wilayah Kadipaten Kembangsore. "Siapa yang berhasil mengusir Cokrolintang (Senopati yang mengkudeta Cokrobaskoro -red), akan diangkat menjadi Senopati," seru sang pengawal. Hal ini dilihat Kromo sebagai peluang untuk meningkatkan derajat hidup keluarganya.

Berangkatlah Kromo menuju Kadipaten untuk mengusir Cokrolintang yang kala itu berkuasa. Satu pesan ayahnya adalah jangan sekali kali melupakan keluarga dan semua yang telah dilewati, bahwa asal usul kita harus teringat kuat untuk bisa hidup dengan tenteram. Kromo berhasil menaklukan Cokrolintang dan segeralah ia diangkat menjadi senopati oleh Adipati yang kembali berkuasa, Cokrobaskoro. Dalam kelanjutannya, Kromo dianugrahi nama menjadi Kromoyudho. Ia kemudian kalut dan menafikkan bahwa ia memiliki keluarga di desa. Berbohonglah ia kepada Adipati agar dapat menikahi putri sang adipati.

Kebohongan Kromo terbongkar oleh sang putri ketika semua keluarganya datang ke Kadipaten untuk mencari dia. Namun semua keluarganya malah diusir oleh Kromo dengan kasar. Alih-alih akan menerima Kromo apa adanya, sang putri memancing Kromo untuk berbicara. Kromo akhirnya mengakui kebohongannya, dan sang putri pun malah mengadu kepada Adipati. Kromo diusir secara tidak hormat dan kembali ke desa seperti keadaan semula. Keluarga Kromo akhirnya tetap menerima dan berbesar hati, kemudian kembali hidup miskin namun dengan sahaja.

Ketoprak ini merupakan persembahan kawan-kawan mahasiswa sendiri. "Mahasiswa 90%," tegas Sukisno. Pun tidak ada proses seleksi pemain, ketika banyak yang berminat, mau tidak mau akan dicarikan peran, sehingga minatnya dapat tersalurkan. Ini yang juga menjadi alasan para seniman Yogyakarta turut berpartisipasi, minat anak muda melestarikan budaya harus didukung dan dijaga.

Yu Beruk, Marwoto, Bambang Rabies mengocol perut penonton dengan lawakan segarnya. Didik Nini Towok tidak ketinggalan ikut mempersembahkan sebuah tarian dengan topeng-topeng yang memiliki karekter tersendiri.(dny)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar